kursi tamu


sang empunya...

Seseorang yang masih sangat kecil, belum bisa mengarang dengan baik, dan perlu banyak belajar tentang kehidupan ini

sobat

  • Suraloka

  • Zizy

  • Sulamit

  • Aal

  • Wulan

  • Ciplok

  • Lee

  • Agri

  • Pak Ikin

  • abdulkarim_aljabar

  • achie

  • glen

  • Ci Nurray

  • Mas_Yoed

  • Ila

  • one

  • tangusti

  • Nana

  • Natalia

  • Mida

  • pendapat!


    Free shoutbox @ ShoutMix

    pengaruh hidup

    rumahkiri
    abah

    tulisan tak bernyawa

    Bagus!
    Sehabis Les Jua...
    Sehabis les...
    Mania...
    cerita saja...
    'ndak jelas...'
    Keren!
    Arrrgh!
    empty...
    ugh...

    sumber inspirasi

    .

    pengharapan...

     This is me... JadenKale

    Blogskins
    Soup-Faerie.com for Cursor

    kumpulan harta sederhana

    Juli 2007
    Agustus 2007
    September 2007
    Oktober 2007
    November 2007
    Desember 2007
    Januari 2008
    Februari 2008
    Maret 2008
    April 2008
    Agustus 2008
    September 2008
    Oktober 2008
    November 2008

    Senin, 12 November 2007

    Setelah sehari sebelumnya saya merasa sangat menyesal tidak bersalaman dengan seseorang dalam suatu pertemuan. (Akibat saya terburu-buru hendak buang air kecil :p) saya merasa perlu menyalami orang-orang disekitar saya sepulang ibadah minggu ini. Sayang, setelah berhasil menyalami beberapa orang, saya merasa kesulitan dalam menyalami tiga orang. Saat itu saya memang bersama Daniel. Tampaknya mereka memang fokus berbicara dengan Daniel dan tidak melihat saya. Bertemu orang pertama, saya menyodorkan tangan saya untuk beberapa saat. Tapi setelah bersalaman dengan Daniel, orang itu tampaknya lupa memberi salam kepada saya. Saya terus menyodorkan tangan saya, tapi tampaknya dia tak menanggapi ajakan itu. Akhirnya saya bilang “Bang?” kemudian dia menjawab “Siapa ya? Memang kita kenal?” lantas saya menjawab “Saya kenal Abang. :)” kemudian dia akhirnya memberi salam juga. Pyuh… entah bercanda atau tidak, tapi saya tidak mau ambil pusing dengan kejadian pertama itu.

    Kemudian datang orang kedua. Lagi-lagi saya menyodorkan tangan saya untuk beberapa saat sebelum akhirnya dia meresponnya. Kemudian tiba-tiba dia nyeletuk, “kemana aja? Udah pindah gereja? Mentang-mentang pacarnya berbeda gereja!” saya langsung menjawabnya “saya tidak punya pacar, dan saya tidak pindah gereja.” Sepertinya dua kejadian ini membuat saya sedikit bingung. Tiba-tiba orang ketiga datang menghampiri kami berdua. Dia kemudian bersalaman dengan Daniel. Lagi-lagi! Sodoran tangan saya tidak direspon. Tanpa ambil pusing, akhirnya saya menarik tangannya (sedikit memaksa) dia untuk bersalaman :p hehehe… entah apa yang dipikirkannya setelah itu. Tapi saya akhirnya menghampiri bang Omenx sambil memberi senyum pada orang ketiga itu. Ada-ada saja.

    Ternyata setelah beramah-tamah beberapa saat bersama beberapa muda-mudi yang ada bersama bang Omenx, saya sedikit terkejut mendapat julukan baru dari seseorang sebagai “pemuda tak suci lagi”. Julukan yang membuat saya terdiam beberapa saat. Saya kemudian menerawang ke berbagai hal yang telah saya alami.

    Belum terhapus dari ingatan, sehari sebelumnya, saya berdiskusi dengan si Om tentang kehidupan saya. Wacana dimulai ketika Pdt. Jimmy mengharapkan para kontestan seminar yang saya ikuti (yang dikhususkan bagi orang-orang yang diproyeksikan menjadi pengurus gereja) untuk:

    tidak sombong dengan kapasitas gki yang ada,
    tidak rendah diri dengan kapasitas gki yang ada,
    saling menghargai dengan gereja lain,
    peduli terhadap kehidupan bergereja di gki,
    tidak menjadi agen luar dalam kehidupan di dalam gereja gki,
    berhenti mengembara.

    Setelah selesai, si Om itu akhirnya membuka pembicaraan dengan kata-kata “Jadi, sudah mau berhenti mengembara, Den?” hehe saya kemudian menjawabnya dengan ringan “Om jangan khawatir dengan saya. Saya pasti di GKI. Saya ingin belajar sesuatu saja dari gereja lain. Setertatih-tatihnya saya.” Hmmm… bukanlah suatu kebetulan pembaca, saya seringkali mendapat isu-isu miring dari jemaat di gereja bahwa saya akhirnya berubah ke dalam kehidupan yang tidak baik. Saya memang jarang beribadah di gki ujungberung. Sepertinya ‘setor muka’ sudah lebih berharga dibanding esensi pergi ke gereja yang rutin saya lakukan. Mungkin memang benar saya tidak suci lagi :p atau hahaha tak pernah suci malah! Tapi saya mau meneladani Ibu Yul saja.

    Well pembaca, Ibu PA saya ini (yang sekarang sudah membiarkan anak-anaknya bertumbuh sendiri) adalah seorang Evangelis yang luar biasa. Gereja kami tidaklah sempurna. Tapi Ibu Yul berhasil menunjukkan damai sejahtera dengan segenap kondisi yang ada. Bagi saya, Ibu Yul menunjukkan buahnya melalui proses dialektika untuk memandang Tuhan Yesus saja tanpa perlu memelihara rasa kecewa yang berlebihan. Hal itulah yang ingin saya teladani dari Ibu Yul.

    Setelah berargumen tentang pilihan saya untuk ‘sementara’ bergereja di luar gki ujungberung. Dan dia tersadarkan bahwa saya pun tidak sepenuhnya meninggalkan gereja melalui beberapa hal yang telah saya lakukan; akhirnya si Om malah menceritakan proses kehidupan imannya. Kami saling brainstorming dan sharing tentang banyak hal. Proporsional sekali. Kami akhirnya bisa saling menghargai tanpa mengabaikan perbedaan dan kesamaan yang terjadi dalam proses kehidupan iman kami. Sangat manis menurut saya bisa berbicara setenang itu dengan orang yang lebih dewasa. Merasa belajar bukan dogma, dan juga bukan agama; tapi kasih yang terbentuk dari kepedulian untuk tidak memutlakkan perbedaan ataupun tidak memutlakkan persamaan.

    ***
    Saya bersyukur dengan predestinasi yang ada. Saya tak pernah benar-benar memahami apakah pilihan ini tepat atau tidak; tapi saya mau mengimani FirmanNya saja:

    Beginilah firman TUHAN: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk. Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah. Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya? Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang menguji batin, untuk memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan tingkah langkahnya, setimpal dengan hasil perbuatannya."

    (Yeremia 17:5-10)


    Saya milikmu Tuhan, Perbuatlah seturut dengan kehendakMU. amin.


    Deni Gumilang fumbled with chopsticks @ 20.18 | 0 has delicate hands